this one's for the anon on askfm who asked for a sad story. sorry, i can't write shortly.
Pada zaman dahulu kala, di negeri antah berantah, ada seorang raksasa yang terbuat dari batu. Ia tinggal di tepi sungai sendirian. Tentu saja, kadang-kadang ia merasa kesepian, tapi ibunya berkata bahwa tidak semua orang mau menerima mereka, jadi daripada mengambil resiko, lebih baik mereka mengasingkan diri saja. Awalnya, sang raksasa menuruti perintah ibunya, tapi semenjak ibunya meninggal gara-gara dipecahkan oleh penduduk desa tahun lalu, ia makin merasa sengsara dan memutuskan untuk mencari teman.
Setelah berjalan cukup lama, sang raksasa melihat sekumpulan gadis sedang bermain di bawah naungan pohon. Meski awalnya ragu, tapi sang raksasa memberanikan diri untuk menyapa mereka. Semoga mereka tidak takut padaku, pikirnya.
"Halo," sapa sang raksasa tersebut pelan. Seketika, gadis-gadis itu menengok ke arahnya. Mereka semua terbelalak, terkejut akan tamu tak diundang itu. Salah seorang gadis, yang rambutnya diikat dua, berteriak sejadi-jadinya dan berlari kabur dari sang raksasa. Teman-temannya pun melakukan hal yang sama. Melihat hal ini, sang raksasa menangis. Ia tak mengerti kenapa orang-orang menjauhinya. Apa salah dia?
Tiba-tiba, sang raksasa merasakan tepukan kecil di betisnya. Ia melihat ke bawah, pandangannya masih kabur akibat air mata. Samar-samar, terlihat seorang gadis kecil yang tersenyum manis padanya.
"Hey," sapa sang gadis. Raksasa mengernyitkan dahinya. Tidakkah gadis itu takut? "Kenapa kau menangis, Raksasa?"
Sang raksasa menggelengkan kepalanya. "Semua orang membenciku," jawabnya, "Aku tidak punya teman."
"Oh, kasihan," sahut sang gadis. "Aku mau menjadi temanmu."
"Oh, kasihan," sahut sang gadis. "Aku mau menjadi temanmu."
Mata sang raksasa membelalak. Ia tak percaya ada orang yang mau bermain dengannya, padahal tampangnya saja sudah membuat orang lari terbirit-birit. "Be - benarkah?"
"Ya, tentu saja," jawab sang gadis seraya tersenyum lebar. "Mari, ikut aku."
Kemudian, sang raksasa dan gadis itu pun pergi ke sebuah padang bunga yang indah. Di sana, terdapat air terjun yang sangat besar dan terlihat menyejukkan. "Hey," kata gadis itu kepada sang raksasa, "Sepertinya menyenangkan, ya, kalau kita bisa bermain di air terjun itu?"
Hal ini bukan masalah bagi sang raksasa. Karena badannya besar, maka danau air terjun pun terasa dangkal baginya. Maka, ia mengambil sang gadis dengan tangannya dan membawanya.
"Aduh!" teriak sang gadis itu kesakitan.
Sang raksasa bingung. "Kenapa?" tanyanya.
"Tolong jangan bawa aku seperti ini, genggamanmu terlalu erat. Aku kesakitan," ujar sang gadis. Sang raksasa terkejut, tapi ia pun menurunkan teman barunya itu. Sang gadis pun berlari sendiri ke arah air terjun.
Di akhir hari, sang raksasa puas bermain dengan teman barunya. Sang gadis pun merasa demikian. Ternyata raksasa tidak seburuk yang orang lain katakan. Mereka pun berjanji untuk bertemu di tempat yang sama esok hari dan bermain lagi.
Bulan-bulan berlalu. Sang raksasa dan sang gadis menjadi semakin akrab. Setiap hari, mereka bermain di padang bunga sampai sore. Mereka juga menghabiskan banyak waktu di pinggir air terjun. Tapi, setiap hari pula, sang gadis tidak pernah mewujudkan keinginannya untuk bermain di atas puncak air terjun. Terlalu tinggi, katanya.
Sang raksasa tak tahan melihat sahabatnya merasa sedih karena tak bisa bermain. Jadi, hari itu, ia memutuskan untuk melakukan sesuatu.
"Hey, Gadis," ujar sang raksasa, "Aku punya kejutan untukmu." Ketika sang gadis hendak menjawab, sang raksasa buru-buru mengangkat sang gadis dan menggenggamnya di tangan. Ia akan membawa gadis itu ke puncak air terjun.
"Tidak, Raksasa, jangan!" Seru sang gadis. "Genggamanmu terlalu erat, aku tak bisa bernapas!" Tapi, sang raksasa tidak mendengarkan teriakan sang gadis. Ia terus berjalan, menggenggam gadis itu lebih erat.
Sesampainya di puncak, sang raksasa menurunkan sang gadis. "Ini dia, Kawanku," katanya bangga, "Puncak air terjun impianmu." Namun, sang gadis tak menyahut. Sang raksasa pun bingung dan melihat temannya di tanah, terkapar. Tak bernapas. Ia menjerit sejadi-jadinya. Sang gadis telah tiada di genggamannya.